20 April 2013
Sekilas tentang R.A Kartini
Seandainya R.A. Kartini sang puteri Bupati Rembang “hidup kembali” maka ia akan tersenyum melihat kondisi perempuan saat ini, karena apa yang menjadi obsesi dan kegundahan tentang posisi perempuan di zamannya ~ yang tertindas, direndahkan dan tak beroleh kesempatan bersekolah, telah berubah. Perempuan masa kini telah menempuh konteks kesejajaran (bukan kesetaraan) dengan mereka yang dulu disimbolkan sebagai ‘sangkar madu’ itu: kaum pria.
Perempuan telah mendapatkan ruang yang begitu luas untuk mereka melakukan seperti apa yang kaum laki-laki lakukan. Bukan saja kebebasan bersekolah, tetapi berkreasi, bekerja dan berusaha sangat terbuka lebar. Berapa banyak perempuan yang bukan hanya pandai dan mampu bersekolah, melainkan banyak dari mereka yang telah menjadi guru, dosen bahkan profesor diberbagai bidang. Bahkan perempuan yang menjadi ibu rumah tangga-pun dapat memperoleh penghasilan dari usaha yang dijalankannya tanpa harus keluar rumah, sungguh hebat perempuan masa kini dan inilah impian R.A. Kartini dahulu.
Kartini -dalam usianya yang masih muda memang bukan rakyat jelata, beliau adalah keturunan dari apa yang orang bilang sebagai ‘darah biru’ namun dibalik itu beliau adalah sosok yang egaliter (kerakyatan). Ia rajin mengaji pada ulama yang didatangkan oleh sang ayah kerumahnya. Dari situlah Kartini muda mengenal Islam lebih dalam sebagai ajaran dan pedoman berpikirnya secara luas, dimana ia tertarik pada salah satu kalimat “minazh-zhuluumati ilannuur“ yang bermakna Islam membawa para pengikutnya beranjak dari kegelapan (keterbelakangan) menuju cahaya yang terang yang kemudian menjadi brand-marks R.A. Kartini yang kita kenal “Habis gelap terbitlah terang). Inilah judul dari kumpulan surat-surat beliau yang disusun menjadi buku oleh Mr. J.H. Abendanon yang terbit pada tahun 1911, dengan judul asli “Door Duisternis tot Licht” dengan arti harfiahnya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” yang kemudian oleh pujangga Armyn Pane kata ‘cahaya’ diubah menjadi ‘terang’ (1938).
Melalui surat-surat beliau terlampir buah pemikiran tentang kondisi sosial saat itu, khususnya kondisi perempuan pribumi ketika itu. Sebagian besar berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandangnya sebagai penghambat kemajuan kaum perempuan ketika itu. Dia ingin perempuan memiliki kebebasan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan yang layak. Kartini menulis ide dan cita-citanya atas dasar religieusiteit, wijsheid, en schoonheid (ketuhanan, kebijaksanaan, dan keindahan), ditambah dengan humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan nasionalisme (cita tanah air).
Kita-pun teringat pada apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah SAW yang terusik melihat perlakuan kaum disekelilingnya yang cenderung merendahkan kedudukan dan kehormatan perempuan, yang kemudian Allah melalui Muhammad SAW yang dimana Al-Qur’an diturunkan kepadanya dengan misi memperbaiki akhlaq manusia dimana didalamnya termasuk mengangkat derajat kaum perempuan kepada fitrah dan kemuliannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar